07-February-2007
Dua persoalan besar yang kini menghinggapi kaum Muslim adalah kemiskinan dan rendahnya kualitas pendidikan. Mayoritas kaum Muslim berada di dalam kubangan kemiskinan dan minimnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mampu bersaing dalam era global, tak ada pilihan bagi kaum Muslim kecuali meningkatkan penguasaan Iptek. Dengan penguasaan Iptek, kemiskinan dapat diberantas karena Iptek dapat meningkatkan daya tawar tenaga dan upah kerja. Oleh sebab itu, jihad yang tepat saat ini adalah meningkatkan perekonomian masyarakat dan kualitas pendidikan. Berikut penuturan KH Tarmizi Taher, Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) beberapa waktu lalu:
Jihad memberantas kemiskinan tidak akan berhasil tanpa ada pembangunan ekonomi dan pengembangan teknologi. Tapi masalahnya, masalah ekonomi erat kaitannya dengan masalah politik. Bagaimana Anda melihat hal ini?
Pada masa lalu, ulama-ulama kita mempunyai peranan penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan, seperti Ibnu Sina dalam bidang kedokteran dan Albiruni dalam bidang matematika, fisika, dan astronomi yang paling besar di dunia. Saat ini, tidak ada lagi ahli-ahli Islam yang memberikan sumbangan berarti pada kemajuan ilmu pengetahuan. Karena itu, umat Islam harus menyadari bahwa kemiskinan terkait dengan pendidikan. Kemiskinan dan pendidikan inilah yang harus dijadikan prioritas jihad. Kalau Indonesia bisa memajukan perekonomian, maka yang akan menikmatinya adalah rakyat yang berpenduduk 90 persen Muslim.
Jadi, harus ada pelurusan makna jihad atau prioritas jihad?
Benar, harus ada pelurusan makna jihad dan prioritas jihad. Bahwa jihad bukanlah membunuh orang-orang yang tidak berdosa dan prioritas jihad umat Islam saat ini adalah mengentaskan kemiskinan dan kebodohan umat. Kita sangat setuju jika jihad dilakukan di Palestina dan Checnya. Tapi “berjihad” di Marriot, korbannya adalah satpam yang beragama Islam. Korban dari jihad di Maroko, Riyadh, dan Mesir adalah orang-orang Islam. Karena itu, jihad sangat mengancam dunia Islam.
Apakah pembangunan ekonomi berkaitan dengan perdamaian negeri?
Benar, kemajuan dan pembangunan ekonomi serta pendidikan tidak akan tercapai tanpa terciptanya keadaan damai. Dalam suasana damai inilah perekonomian bisa tumbuh dengan baik dan pendidikan bisa dilakukan dengan maksimal. Karena itu, setiap sudut negeri harus diamankan. Tapi menciptakan keamanan ini harganya tidak murah. Membeli satu senjata bisa membangun satu sekolah.
Jadi, konteks jihad bagi rakyat Indonesia dalam membangun perekonomian, meningkatkan mutu pendidikan dan menciptakan keamanan. Benarkah demikian?
Benar. Pemberantasan kemiskinan dan pendidikan saling terkait. Karena itu, dua-duanya harus dilaksanakan secara konsekuen. Gaji TKI yang lulusan S1 tentu akan lebih besar dari mereka yang hanya lulus SD, SMP, maupun SMU. Di Malaysia, Singapura, dan Filipina TKI kita bekerja dalam bidang hard skill karena mereka tidak mempunyai keterampilan. Ini merupakan masalah yang harus dijadikan prioritas oleh tokoh-tokoh Islam. Kita harus menyadari bahwa kita ini merupakan umat yang tertinggal, bukan umat yang maju. Jadi umat jangan dirangsang melakukan perbuatan yang tidak jelas ujung pangkalnya.
Kalau Anda melihat realitas umat Islam Indonesia, apa yang bisa mereka jadikan modal untuk membangun kemajuan umat?
Saya melihat model kebangkitan umat dari surat al-Mujadilah ayat 11 yang artinya, “niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Ayat ini menunjukkan bahwa umat Islam akan tinggi derajatnya karena dua hal, yaitu keimanan dan ilmu pengetahuan atau kemampuan ilmiah. Kalau kita hanya kita memfokuskan pada pendidikan agama, maka kita susah bersaing dengan umat lain. Ciri dari globalisasi adalah teknologi, karena itu penguasaan teknologi merupakan keharusan. Tidak dikuasainya teknologi oleh para TKI adalah penyebab para TKI kita di luar negeri bekerja pada bidang fisik. Ada sebuah semboyan yang harus kita laksanakan, yaitu “tingkatkan iman dan tangkaplah ilmu sebanyak-banyaknya.”
Dalam Islam ada kewajiban-kewajiban yang sangat berdimensi sosial, seperti zakat, infak, dan shadakah. Bisakah semua ini dijadikan pijakan atau dimanfaatkan untuk membangun perekonomian umat?
Zakat, infak, dan sedekah hanya bisa digunakan untuk sementara waktu. Dalam masa jangka panjang, harus ada perencanaan ekonomi. Seperti yang telah kita bicarakan di depan, pendidikan dan kemiskinan saling terkait. Misalnya, mendidik para TKI menjadi orang yang pintar bahasa Inggris. Di luar negeri mereka bisa menjadi resepsionis, jika tidak mereka akan menjadi pekerja kasar atau luntang-lantung di negara orang. Jadi menurut saya, meningkatkan kualitas pendidikan umat akan memberantas kemiskinan.
Ada banyak fakta yang menunjukkan bahwa radikalisme tumbuh subur di tengah masyarakat yang perekonomiannya rendah. Bisa Anda sebutkan kenapa radikalisme menjadi ancaman bagi umat Islam?
Saya melihat radikalisme telah memecah umat Islam. Apa yang terjadi di Irak adalah kekerasan sektarian antara sunni dan syi’i. Mereka saling balas-membalas membunuh. Kekerasan ini tidak akan pernah berakhir jika kedua belah pihak masih terus berusaha menghancurkan pihak lain. Jika kedua belah pihak tidak mau berusaha meredam amarah mereka, kekerasan di Irak akan berkepanjangan. Kita bersyukur karena mayoritas umat Islam Indonesia adalah sunni. Syi’ah ada, tapi jumlahnya sangat sedikit. Iran lebih banyak penganut syiah sehingga tidak mengalami kejadian yang menimpa Irak.(CMM)
Source: http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A3800_0_3_0_M