Kondisi itu terjadi akibat kebijakan pemerintah yang lebih menguntungkan sektor modern.
RABU, 17 MARET 2010, 08:06 WIB
Pipiet Tri Noorastuti, Suryanta Bakti Susila
Antrean sandal crocs di Senayan City (ANTV/Uni Z Lubis)
VIVAnews - Sepatu Crocs bak sihir bagi masyarakat perkotaan. Dengan mengusung citra antibau, ergonomis, ringan, nyaman, dan antimikroba, sepatu karet berlambang buaya itu berhasil menjadi tren fashion di tanah air.
Ribuan orang rela mengantre berjam-jam dan berdesak-desakan demi memilikinya. Mereka seolah tak ingin kehilangan kesempatan 'emas' memiliki sepatu seharga Rp 450 ribu sampai Rp 1,4 juta itu dengan potongan harga mencapai 70 persen.
Antrean sudah mengular sejak pukul 07.00, meski gerai produk alas kaki asal China yang berada di bawah pemegang merek Colorado itu baru dibuka pukul 09.30. Bahkan, seorang petugas keamanan mengatakan, ada pengunjung yang sudah datang pada pukul 05.00.
Banyak pengunjung yang akhir melakukan aksi balas dendam dengan memborong sepatu karet bersel tertutup itu. Seorang nenek asal Cikampek, Cun Cun, membeli 50 sepatu. "Ini untuk cucu saya, tapi ada juga yang titipan saudara mbak," ujarnya setelah berhasil melewati antrean sepanjang tujuh lantai itu.
Melihat antrean calon pembeli itu sungguh mempertegas kesenjangan sosial di negeri ini. Sementara mereka berkerumun untuk mendapatkan sepatu mahal, ribuan warga miskin berkerumun mengantre Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau zakat di kala hari raya.
Sosiolog Imam B Prasodjo menjelaskan, komposisi piramida sosial di negara ini tidak imbang. Jumlah warga miskin terlalu besar, meski ada sejumlah warga yang masuk dalam jajaran orang terkaya dunia.
Menurutnya, kondisi itu terjadi akibat kebijakan pemerintah yang lebih menguntungkan sektor modern. Sehingga, warga miskin yang kebanyakan berpola tradisional tidak berkembang. "Jadinya, orang miskin antre kebutuhan, orang kaya ngantre gaya hidup," ujarnya.
• VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar